Minggu, 02 November 2014

Bangku kayu dan Teh jahe

Malam itu bulan malu-malu menampakkan wujudnya, seperti aku yang mulai tersipu kala melihat motor bebek hitam di ujung jalan. Ya, itu kamu. Dengan celana selutut dan jaket kebangsaan bertulis "Civil .. " yang tak jelas lanjutannya karna samar terlihat di belakang punggungmu.

Aku jalan kaki menuju kos, canggung, berdampingan denganmu yang masih menaiki motor mu, pelan.
Sampailah pada bangku kayu, kita duduk, bersebelahan, dan (masih) canggung. Di sana banyak cerita mengalir dari bibirmu, dari hal kecil hingga tentang keluargamu. Sesekali aku tertawa dan mencuri pandang ke arahmu. Dan terkadang mata kita saling bertemu.

Bosan duduk di bangku kayu kita jalan kaki ke depan gang. Saat ini lah kalo saja kau bisa baca hati ku, aku ingin bilang "akan kah kau gandeng tanganku menyeberang jalanan ini, mas?" dan seketika kau tuntun aku untuk menyeberang. Manis. Walau tangan kita tak bersentuhan.
Di sebuah tenda kucingan, kau menawariku makan tapi aku menolak karna masih kenyang. Akhirnya satu es teh dan satu teh jahe anget yang kita bawa pulang.

Duduk kembali ke bangku kayu sambil menyeruput teh jahe, kau bercerita tentang alasan memilih teh itu. Aku cuma manggut-manggut arti mengerti.

Kamu tahu, mas, aku baru sadar sekarang kalau waktu yang cuma beberapa jam kita duduk bersama ternyata membuatku mengertimu lebih jauh. Tentang ponakanmu yang gemesin, tentang kamu yang sakit tapi gak pernah ngabarin orang rumah karna tak mau bikin kawatir, tentang hal-hal yang entah sengaja atau tidak kau ceritakan padaku. Tentang hal kecil tapi tak semua orang tahu.
Semua itu manis mas, sederhana, tapi aku banyak belajar di sana. Semoga itu bukan kali terakhir kita berbagi cerita. Semoga masih ada kisah bangku kayu dan teh jahe selanjutnya :)